Visualizing Story (2) | Storytelling tentang “Mbois”

Telaah Design Vol. 5

Coffee Cult, 15 September 2018
Pembicara :
– Sweta Kartika, Komikus Grey & Jingga, H2O Reborn, Nusantaranger, dan Pusaka Dewa, Founder of Wanara.
– Andi Yudha, Owner PicuPacu Kreativitas Indonesia, Story Illustrator, pakar kreativitas, praktisi pendidikan anak, designer dan penyayang binatang.

Ditulis oleh : Arum Kartika


 

Storytelling Tentang ‘Mbois’

oleh Andi Yudha

IMG-20180920-WA0004.jpg

Setelah di episode sebelumnya Mas Sweta membahas tentang value dalam sebuah kisah, kali ini giliran Mas Andi Yudha membahas tentang “emosi” dalam bercerita. Nah, sebelum masuk ke pokok pembahasan, tahukah kamu apa itu “Mbois”?

Mbois adalah istilah slang yang berasal dari Jawa Timur, terutama Malang dan Surabaya. Ia menyerap dari Bahasa Inggris, “boyish“. Boyish sendiri artinya “bersifat kelakian-lakian”, namun Mbois telah mengalami perluasan makna. Konteksnya tidak hanya menggambarkan penampilan yang keren, tetapi juga menyiratkan sesuatu yang menakjubkan atau bagus (Sumber : https://ngalam.co/2017/02/13/asal-usul-kata-mbois-wilayah-malang/). Contohnya,

“Piye kabarmu?”
“Kabarku Mbois, rek!”

Dalam hal ini, Mas Andi Yudha setuju dengan Mas Sweta mengenai local wisdom, kearifan lokal. Bahwa kearifan lokal dapat menjadi inspirasi, bahkan menjadi kekuatan dari inti cerita kita karena pengetahuannya sangat kita kuasai. Sehingga kita lebih mudah dalam menuangkan ekspresi. Melalui ekspresi, cerita yang diantarkan akan lebih tergambar.

W.G. Van De Hulst dalam bukunya “Bercerita”, mengatakan bahwa seorang pencerita menggunakan kata “memperlihatkan”. Pendongeng/storyteller bukanlah seorang narator yang hanya bercerita dalam rangkaian peristiwa, melainkan memperlihatkan/menggambarkan sesuatu.

When you tell a story and make a point, you make an emotional connection. When you make an emotional connection, you and your story are MEMORABLE!

Storyteller tidak hanya bercerita mengenai suatu rangkaian peristiwa tetapi memperlihatkan sesuatu, membangkitkan emosi yang kemudian menjadi memorable. Sehingga sebelum masuk pada tahap visual, cerita sudah terbayang dengan jelas. Menuangkannya kemudian dalam bentuk komik, drama, maupun diorama akan menjadi perkara yang lebih mudah.

Mas Andi Yudha 1.png

Di samping ikatan emosi, bercerita juga membutuhkan kejujuran, kerendahan hati, dan berani bersaing. Dengan jujur dan rendah hati, kita tidak akan berhenti membuka pikiran dan diri kita. Sikap ini akan membawa kita untuk tidak cepat puas akan sesuatu, dan mendorong kita untuk memperkaya diri dengan eksplorasi. Ketika kita sadar bahwa sumber inspirasi berceceran dimana-mana, hal-hal kecil yang tidak terperhatikan bisa menjadi awal dari ide besar, bahkan kejadian/peristiwa yang baru lewat. Selain itu, jangan ragu untuk membuat karya yang tidak sedang banyak diperbincangkan sekarang, karena justru di situlah point of interest dari cerita kita.

Visual Stories Revolutionize The Way We Persuade The Audience

Storytelling adalah alat komunikasi universal untuk mengungkap perasaan, ide, dan pesan kepada orang lain. Sedangkan visual storytelling adalah sebuah metode komunikasi yang ampuh di masa kini. Karena dunia saat ini sudah sangat didominasi oleh visual. Dari film hingga aplikasi virtual reality hingga games interaktif hingga infografik yang muncul di mana-mana. Mengapa? Karena gambar/visual jauh lebih mudah dicerna dalam benak kita.

Sebagai pembuat konten cerita dan penerjemah kata menjadi visual, kita harus banyak mencari data dan terbuka dengan berbagai multi disiplin karena dunia visual berhubungan dan menghubungkan antara keilmuan yang satu dengan yang lainnya. Kembali lagi pada awal pembahasan, sebelum bercerita kita harus paham benar pesan yang akan kita sampaikan. Bagaimanapun, sebuah visual yang efektif ditanam dari konten-konten yang matang.